NARASI-NARASI BERKELANJUTAN, PERATURAN BUPATI MERESPON PERATURAN ADIWIYATA KEMENLHK

NARASI-NARASI BERKELANJUTAN, PERATURAN BUPATI MERESPON PERATURAN ADIWIYATA KEMENLHK

Rabu, 06 Agustus

Oleh: Ibnu Purwanto Budi Nugroho, M.Fil. 

(Alumni Ilmu Filsafat Pascasarjana STF Driyarkara Tahun 2018, sekarang ini bekerja sebagai PNS Kabupaten Bekasi yang menangani program Sekolah Berbudaya Lingkungan atau Adiwiyata).


Medio Desember tahun 2022 bertempat di Plaza Gedung Sate Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Anugerah Raksa Prasada, bersamaan dengan Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional (HCPSN). Dalam Anugerah tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memberikan delapan kategori Raksa Prasada yang salah satunya adalah kategori sekolah berbudaya lingkungan/adiwiyata. Kabupaten Bekasi menerima anugerah dalam kategori adiwiyata, yang diwakili oleh lima sekolah dalam ruang lingkup jenjang SMP, SMA, dan SMK. Kelima sekolah itu telah melalui kemenangan adiwiyata kabupatennya untuk bisa meraih anugerah adiwiyata provinsi, yang ironisnya legalitas pelaksanaan program adiwiyata di Kabupaten Bekasi tidak mengikuti perkembangan zaman dan tidak perduli terhadap perubahan yang terjadi dalam kurun waktu enam tahun belakangan ini.

Sembilan tahun sudah berlalu sejak dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2016, tentu ini telah memberi banyak pengalaman berharga terutama berkenaan dengan program adiwiyata. Keberadaan Perbup 33 ini bagi kabupaten Bekasi secara nyata menciptakan budaya lingkungan hidup yang berkesinambungan di tengah-tengah kehidupan masyarakat dalam ranah pendidikan, bahkan konsekuensinya menjadi harapan bagi budaya lingkungan hidup dalam masyarakat secara lebih luas lagi. Ranah pendidikan sebagai arena adiwiyata tidak semata mengungkung para pelakunya berasal dari dunia pendidikan, Perbup 33 dengan mempertimbangkan Permenlhk yang berlaku di masanya juga mengikut sertakan partisipasi lainnya seperti dari dunia kesehatan dan dunia religi atau keagamaan. Perbup 33 Kabupaten Bekasi sudah sangat realistis dalam mengolah program adiwiyata dengan mewadahi pihak-pihak yang berasal dari beragam dunia.

Perkembangan zaman sekarang ini sudah semestinya membuka selebar-lebarnya dan seluas-luasnya bagi perubahan atas Perbup 33 dalam mengelola Progam Adiwiyata. Tata aturan yang sudah ada di dalam Perbup 33 jelas mengalami hantaman yang kuat dari perubahan sosial kemasyarakatan yang terjadi dalam kurun waktu enam tahun, bahkan hantaman itu sudah terlihat sejak satu tahun pertama. ketika terjadinya perubahan nama instansi pokok pelaksana Program Adiwiyata dari Badan menjadi Dinas.

Tahun ketiga dari Perbup 33 semakin membuat eksistensinya dipertanyakan ketika hembusan perubahan berasal dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup yang mengeluarkan Berita Negara terbaru bagi pelaksanaan Program Adiwiyata, lalu seiring perjalanan Berita Negara terbaru itu telah juga banyak mengkontribusi pengalaman-pengalaman baru dalam pelaksanaan Adiwiyata begitu juga dengan konstelasi para pelaksana di dalamnya. Perbup 33 kepunyaan Pemerintah Kabupaten Bekasi yang mengatur pelaksanaan Program Adiwiyata tentu sedemikian penting untuk menimbang beberapa sinkronisasi di dalamnya.

Pengalaman Kabupaten Bekasi dengan Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2016 perlu diteladani, sebagai upaya-upaya untuk melakukan sinkronisasi atas Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di dalam sejarahnya yang lampau sampai sekarang ini. Berdasarkan informasi yang berkembang melalui media internet, Peraturan Bupati Kabupaten Bekasi merupakan satu-satunya Peraturan Bupati yang menanggapi perkembangan program adiwiyata di dalam PERMENLH Nomor 5 Tahun 2013. Akan tetapi eksistensinya untuk tetap sejalan dengan Kementerian LHK dengan peraturan terbarunya belum terpenuhi, yaitu dengan PERMENLHK Nomor P.52 Tahun 2019 dan PERMENLHK Nomor P.53 Tahun 2019.

Fakta sejarahnya Peraturan Bupati Kabupaten Bekasi tentang Adiwiyata menunjukkan upaya sinkronisasinya terhadap Permenlh di fase keduanya. Padahal Permenihk tentang program Adiwiyata sekarang ini telah mentransformasi program adiwiyata ke dalam fase ketiganya. Oleh karenanya, Peraturan Bupati Kabupaten Bekasi Nomor 33 Tahun 2016 membutuhkan refreshment berupa masukan-masukan baru sinkronisasi. Dengan tanpa melupakan kondisi yang terjadi di tengah-tengah program Adiwiyata yang dikelola Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi, pun juga perkembangan dan informasi segar dari PUSLATMAS Serpong.

Masukan baru sinkronisasi itu merupakan narasi-narasi berkelanjutan, terutama terhadap muatan-muatan adiwiyata yang perlu dikelola dengan baik. Narasi -narasi berkelanjutan sejatinya bukan menjadi pekerjaan rumah Kabupaten Bekasi, tetapi meluas kepada seluruh Kabupaten/Kota atau Provinsi di seluruh Indonesia.. Narasi berkelanjutan, dengan segala masukan barunya, diupayakan menjadi standar paling baik terhadap Peraturan KEMENLHK tentang adiwiyata sekarang ini ataupun di era mendatang. Dalam rangka hal itu, narasi-narasi berkelanjutan mencoba merambahi Peraturan Bupati Kabupaten Bekasi Nomor 33 Tahun 2016. Narasi-narasi berkelanjutan akan memaparkan, di dalam naskah ini, lima hal penting yaitu: dokumen SBL, sanksi administrasi, pemerataan gerakan PBLHS, program tanggap akumulasi, dan pembatalan penerima penghargaan.

Dokumen Sekolah Berbudaya Lingkungan;

Peserta adiwiyata tanpa pengecualian berkepentingan dalam mempersiapkan segala berkas dan dokumen yang diperlukan sebagai bagian dari syarat keikutsertaan yang akan membawanya menuju kesuksesan. Tak terkecuali pada kelima sekolah Kabupaten Bekasi penerima penghargaan raksa prasada tahun 2022, mereka berkewajiban memenuhi syarat tersebut. Akan tetapi pelaksanaan dari kepentingan tersebut terkadang tidak dilaksanakan secara maksimal oleh para peserta adiwiyata, meski mereka sudah menyadari atas statusnya sebagai peserta adiwiyata. Banyak sebab dan alasan yang memunculkan kondisi dari kesediaan peserta adiwiyata yang demikian, mereka sering secara lisan mengungkap sendiri kendala yang dialami walaupun itu jarang didokumentasikan secara sahih dalam sekumpulan data yang valid.

Acuan paling penting atas dokumen sekolah berbudaya lingkungan pada intinya sudah ada sejak tahun 2009 ketika Kementerian Lingkungan Hidup pertama. kali mengeluarkan peraturan mengenai Sekolah Adiwiyata yaitu Permenlhk Nomor 2 Tahun 2009, bahkan hal ini juga masih dipertahankan pada kali kedua yakni pada Permenlhk Nomor 5 Tahun 2013. Pada Permenlhk tersebut dinyatakan aspek-aspek yang menuntut peserta Adiwiyata untuk mempersiapkan diri terutama berkaitan dengan dokumen yang bisa menjadi representasi kepesertaannya untuk mencapai batas-batas nilai yang menentukannya sebagai sekolah Adiwiyata. Aspek-aspek yang dimaksudkan oleh Permenlhk itu terdiri dari kebijakan sekolah berwawasan lingkungan, kurikulum berbasis lingkungan, sekolah yang partisipatif, dan sarana prasarana pendukung sekolah yang ramah lingkungan.

Sejalan dengan hal tersebut, Perbup Kabupaten Bekasi berkenaan dengan sekolah Adiwiyata juga mengemukakan aspek-aspek yang dinyatakan di dalam Permenlhk itu. Perbup Nomor 33 Tahun 2016 menyatakan bila aspek-aspek tersebut sebagai komponen penilaian atas sekolah Adiwiyata. Tetapi yang menarik dari Perbup 33 Kabupaten Bekasi adalah adanya kewajiban sekolah yang pernyataannya. memberi dukungan kuat atas aspek-aspek penilaian tersebut. Dalam Perbup 33 itu ada empat kewajiban sekolah sebagai peserta Adiwiyata, yang juga diterapkan kepada lima peraih anugerah raksa prasada tahun 2022, yaitu wajib: berperan serta dalam kegiatan Sekolah Berbudaya Lingkungan, membentuk tim Sekolah Berbudaya Lingkungan, memasukkan muatan lokal pendidikan lingkungan hidup, dan menyediakan sarana prasana terkait program Sekolah Berbudaya Lingkungan.

Dalam kerangka idealnya, dokumen Sekolah Berbudaya Lingkungan merupakan sebuah instrumen yang dipergunakan untuk terjadinya kesinambungan dari penilaian atas peserta Adiwiyata sehingga bisa diidentifikasi capaiannya dalam kriteria penghargaan dari taraf Kabupaten, Provinsi, Nasional, Mandiri, ataupun ASEAN. Ini tidak lain sebagai sebuah seleksi administratif yang harus terpenuhi kelengkapan dan kesesuaiannya, sementara syarat administratif ini akan saling terkait dengan tingkat kabupaten sebagai pondasi awal yang akan menjadi landasan bagi tingkat Provinsi sampai dengan ASEAN.

Dokumen SBL sesungguhnya berisikan komponen-komponen yang harus dipenuhi dalam kriteria Adiwiyata, bahwa komponen ini dilaksanakan secara bertahap mulai dari komponen: perencanaan gerakan PBLHS, pelaksanaan gerakan PBLHS, dan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan gerakan PBLHS. Pemenuhan. syarat administrasi sebagai dokumen SBL mencakup surat pencalonan peserta Adiwiyata, isian kuesioner dan bukti pendukungnya, surat pembentukan tim Adiwiyata sekolah, berita acara penilaian, SK Bupati/Gubernur/Menteri tentang penetapan sekolah Adiwiyata, SK sekolah binaan, laporan pembinaan, dan tabel rencana gerakan PBLHS.

Kenyataannya Perbup 33 sudah tidak bisa melingkupi tuntutan yang ada di dalam sekolah Adiwiyata. Kategori-kategori yang diperbaharui berdasarkan peraturan perundangan Pemerintah Pusat, Peraturan Menteri LHK Nomor P.52 Tahun 2009 dan Nomor P.53 Tahun 2009, menuntut dimasukkannya muatan-muatan Adiwiyata yang lebih tepat dan terarah. Perbup 33 sudah semestinya melakukan perbaikan atas hal-hal yang menjadi tanggung jawab peserta Adiwiyata, terutama berkenaan dengan dokumen Sekolah Berbudaya Lingkungan.

Anugerah raksa prasada yang diterima oleh kelima sekolah di wilayahnya tahun 2022 ini semestinya bisa melatarbelakangi perubahan yang sudah terlalu terlambat. Aspek penilaian yang semakin terbuka dan spesifik mengharuskan Perbup 33 melakukan perimbangan yang kuat. Hal itu akan lebih tegas menunjukkan peran serta pihak-pihak di dalam proses seleksi Adiwiyata, bahkan yang paling penting adalah pihak Sekolah sebagai peserta Adiwiyata. 


Sanksi Administrasi;

Peserta Adiwiyata sebagai bagian dari program Adiwiyata kebanyakan punya andil yang baik untuk kesuksesan program ini, mereka melaksanakan setiap ketentuan yang dibebankan untuk mencapai keberlangsungan lingkungan hidup berbasis pendidikan. Akan tetapi andil yang baik itu kiranya masih belum didukung oleh kesadaran para peserta Adiwiyata berkenaan dengan eksistensinya di dalam program Adiwiyata.

Bahkan kelima penerima anugerah raksa prasada tahun 2022 itu belum menunjukkan kesadaran yang berkelanjutan. Kesadaran eksistensi ini sebenarnya sudah ada dalam diri para peserta Adiwiyata ketika menuntaskan keikutsertaan dari awal hingga akhir program Adiwiyata, namun kesadaran eksistensi yang lebih mengarah kepada adanya tata aturan yang melandasi program tersebut kebanyakan belum ditampilkan secara mantap bahwa kesadaran atas tata aturan ini merupakan sebuah kesadaran atas hukum lingkungan yang diberlakukan di dalam keikutsertaan mereka di dalam program Adiwiyata.

Bukan sekedar masalah pemberian pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan penghargaan, sebagaimana dinyatakan di dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi setaranya keberadaan institusi-institusi dihadapan hukum terutama hukum lingkungan hidup. Sehingga tercipta kesadaran hukum lingkungan hidup, mengacu pada aspek-aspek penting di dalam perundang-undangan yang berupaya melindungi dan mengelola lingkungan hidup.

Kesadaran atas hukum lingkungan pada dasarnya muncul dari adanya hubungan yang erat antara hak, kewajiban dan larangan yang mengatur lingkungan hidup. Eksistensi peserta Adiwiyata dalam hubungan tersebut dilukiskan pada sebuah pendekatan yang menyangkut dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kriteria yang ditentukan. Kewajiban kebijakan sekolah berwawasan Adiwiyata, kewajiban adanya kurikulum berbasis lingkungan, kegiatan sekolah partisipatif, dan sarana prasara ramah lingkungan merupakan bentuk kewajiban yang bisa memunculkan kesadaran hukum lingkungan.

Kesadaran itu menjadi awal bekerjanya hukum lingkungan sebagai kesadaran yang berkelanjutan, sehingga bisa dimungkinkan untuk kian mempertegas keberadaannya. Adanya kewajiban menjadi faktor atas berlakunya hukum lingkungan yang sedemikian, bermula dari adanya kesadaran. Kewajiban kemudian menjadi sebuah tuntutan atas peserta Adiwiyata yang sampai tahun 2022 ini belum memenuhi kesadaran berkelanjutan, utamanya ketika hal itu tertuang di dalam tata aturan lingkungan yang menaunginya. Peran serta sekolah, tim sekolah, muatan lokal pendidikan lingkungan hidup, dan penyediaan sarana prasarana untuk kebudayaan lingkungan merupakan hal-hal yang diwajibkan untuk diadakan oleh sekolah sebagai peserta Adiwiyata.

Kesadaran kemudian berjalan melampaui kondisi sebenarnya, yang wujudnya ditampilkan ketika hubungan hak dan kewajiban dibubuhi dengan beragam larangan yang mengikat. Meskipun larangan itu tidak selalu atau tidak memberi pengaruh yang mutlak untuk perjalanan yang melampaui kondisi sebenarnya itu, ada sebagian kelompok yang justru menegaskan keberadaannya berhadap-hadapan dengan kelompok sebaliknya.

Terciptanya ketegangan dari relasi itu semakin muncul ketika seluruh potensi-potensi yang melampaui itu dibubuhi lagi dengan faktor peran keaktifan dan juga pengawasan yang muncul di dalamnya. Tetapi menimbang kondisi yang melampaui itu, perlu juga untuk diperhatikan bahwa bentuk-bentuk teguran, paksaan, pembekuan, dan pencabutan atas sesuatu perkara menjadi cikal bakal dari kemunculan kondisi yang melampaui sebagai sanksi administrasi.

Menerapkan peraturan Adiwiyata yang merelasikan antara aspek hukum dengan kesadaran merupakan tema yang unik dan langka, sebab ini merupakan kesadaran berkelanjutan. Membangun kesadaran terkadang dilakukan dengan memenuhi banyak ragam tuntutan pelaksanaan yang ditentukan, akan tetapi kesadaran bisa lebih kuat dibentuk dengan adanya pemberian hukuman berupa sanksi.

Sudah semestinya tahun 2022 dengan capaian lima penerima anugerah raksa prasadanya dan sampai sekarang ini bisa dijadikan landasan adanya kesadaran berkelanjutan di dalam perbup 33 Kabupaten Bekasi. Dengan kondisi itu, Adiwiyata akan menunjukkan nilainya dalam mencapai bukan semata kebudayaan melainkan kesadaran hukum lingkungan. Perbup 33 dalam kerangka ini menjadi peraturan paling kuat apabila dimasukkan muatan sanksi administrasi di dalamnya. Ia akan menunjukkan cara-cara dalam mencapai kesadaran hukum lingkungan yang dampaknya akan bermuara pada kesadaran hukum.

Pemerataan Gerakan Peduli dan Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah;

Program Adiwiyata dalam pandangan institusi atau pemerintahan Kabupaten merupakan program yang secara nyata telah memberikan jalan terbaik dalam. beragam macam aspek terutama untuk kemajuan pembangunan wilayahnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Jalan yang baik itu tentu sudah sepatutnya disambut dengan lebih tegas dan jelas dalam menempatkannya sebagai kunci sukses bagi masa depan Pemerintah Kabupaten melalui program Adiwiyata.

Saat itu di tahun 2022 Pemerintah Kabupaten Bekasi telah menunjukkan masa depannya, yaitu dengan berhasilnya kelima sekolah di wilayahnya dalam menerima anugerah raksa prasada. Dalam rangka implementasi atas sambutan terbaik itu pemerintah Kabupaten punya pilihan posisi yang wajar apabila mengukuhkan program Adiwiyata dalam kemasan pemerataan dari program Adiwiyata tersebut ke seluruh pelosok daerahnya untuk diikuti oleh setiap sekolah sebagai peserta di dalamnya.

Adiwiyata atau sekolah Adiwiyata sejatinya tidak bisa dijelaskan secara sempurna dengan hanya beberapa rangkai kalimat sederhana, bahkan di dalamnya menjadi petunjuk adanya nilai-guna pengetahuan dan norma atau etika. Melalui nilai-guna ini kalimat paling utama bagi Adiwiyata adalah pencapaian kesejahteraan hidup. atau cita-cita pembangunan berkelanjutan yang mengerucut dalam kepedulian dan berbudaya lingkungan.

Untuk mencapai hal tersebut secara merata kondisi nilai-guna itu dikelola dalam suatu program dengan atribut yang tidak berbeda dan nilai-guna ini mengacu pada pendidikan lingkungan hidup. Pencapaian atas hal tersebut sebagai sebuah program diekspresikan hanya dengan pilihan kalimat sederhana yaitu mewujudkan.

Melihat hal tersebut di atas, diperlukan dukungan yang signifikan atas pembangunan berkelanjutan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tata kelolanya menjangkau sekolah-sekolah yang ada di seluruh wilayah lokal Negara Indonesia. Bagi Kabupaten Bekasi, kelima penerima anugerah raksa prasada tahun 2022 bisa dijadikan teladan atas keterjangkauan itu. Kebermaknaan atas dukungan tersebut ternyata juga membutuhkan terwujudnya sebuah kualitas berharga dari para penghuninya berupa tanggung jawab yang sekiranya dapat dijadikan tujuan dari program Adiwiyata.

Adiwiyata dalam kerangka yang diupayakan untuk benar-benar terdukung secara merata oleh karenanya tidaklah cukup hanya dengan mewujudkan program-program kerjanya. Kondisi yang begitu terjawab dengan memajukan program Adiwiyata menjadi gerakan dengan melihat pada keuntungan dan pemulihan ketegangan-ketegangan atas tata kelola lingkungan hidup yang lebih meresap, terutama yang diarahkan kepada sekolah-sekolah yang benar-benar punya potensi. Ketegangan-ketegangan yang timbul dalam wujud program itu membentuk hubungan yang kurang kondusif bagi pemerataan yang diinginkan, bahkan hubungan itu cenderung mengisolir kebutuhan-kebutuhan atas tata kelola lingkungan yang. dibentuk di dalamnya.

Memperhatikan posisinya yang bernilai-guna, program Adiwiyata tidak bisa dipungkiri punya muatan yang tak sekedar budaya ataupun hukum, potensinya bisa membangkitkan muatan-muatan lain semisal ekonomi dan juga politik. Menghadirkan sebuah pencanangan pemerataan sebuah program jelas membutuhkan daya dan energi dari kekuatan sosial yang memadai, ini bisa menjadi kekuatan modal yang menunjukkan berlimpahnya sudat pandang dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Sudah tentu capaian tahun 2022 atas anugerah raksa prasada dari kelima. sekolah di wilayahnya menjadi tolak ukur yang penting. Peraturan Bupati yang. mampu menampung daya dan energi ini akan mencerminkan status wilayahnya yang mewarnai kondisi masa kini dengan sesuatu yang berbeda. Perbup 33 perlu memasukkan hal-hal ini sehingga kebaruan menjadikannya lebih kaya makna dan pandangan. Oleh karenanya dengan kebaruan itu akan muncul Pengganti dari Perbup 33 sebagai Peraturan Bupati Kabupaten Bekasi yang bukan hanya lebih berani tapi lebih dari itu.

Program Tanggap Akumulasi;

Kunci sukses dari pelaksanaan program Adiwiyata bukan hanya dilihat dari para peserta yang aktif di dalamnya, tetapi juga penuntasan banyak masalah yang bermunculan ketika program itu dilaksanakan secara administratif. Kelima sekolah peraih anugerah raksa prasada tahun 2022 tentu bukan cakupan dalam masalah administratif tersebut. Satu kasus yang tak disadari telah menjadi kendala atas capaian keberhasilan pelaksanaannya adalah terjadinya keikutsertaan peserta Adiwiyata yang dari tahun ke tahun belum bisa meraih penghargaan Adiwiyata. Para peserta Adiwiyata itu selalu melakukan hal yang sama dan berulang dalam program Adiwiyata, bukan tidak mungkin ini akan menjadi indikasi dari capaian titik jenuh atas kepesertaan mereka. Oleh karenanya Pemerintah Kabupaten secara administratif perlu menyusun sebuah program yang bisa mengatasi kasus yang terjadi di dalam program Adiwiyata tersebut.

Kelangkaan atau alasan tertentu yang menjadi dasar kepesertaan Adiwiyata telah menimbulkan dampak akumulasi sebagai indikasi tercapainya kejenuhan dengan predikat peserta. Namun alasan-alasan itu perlu juga dilihat dari adanya. jurang pemisah alamiah antara predikat calon sekolah Adiwiyata dengan sekolah Adiwiyata dalam rangka meraih penghargaan dimaksud. Calon sekolah Adiwiyata merupakan jumlah bilangan yang dikumpulkan dalam satu kesatuan, sementara sekolah Adiwiyata menerima ruang lingkup yang sempit sebagai bilangan tertentu dari kumpulan kesatuan untuk menerima penghargaan Adiwiyata. Hasil akhir yang tidak menyeluruh menyisakan jumlah peserta yang kemungkinan akan diikutsertakan kembali di tahun mendatang, entah melalui penunjukan atau kesadarannya sendiri.

Pemberian penghargaan semakin jelas menunjukkan adanya dilema akumulasi ketika para peserta melaksanakan kegiatan Adiwiyata. Bahkan salah satu penerima anugerah raksa prasada tahun 2022, SMAN 5 Tambun Selatan, mengalami dilema akumulasi selama dua periode dalam kepesertaannya pada anugerah tersebut. Tata laksana yang telah dilakukan oleh para peserta mengalami pembatasan penerima penghargaan berupa seleksi penilaian, sehingga terjadi pemisahan antara peserta yang pelaksanaan kegiatannya sesuai komponennya dengan peserta yang kurang sesuai dalam menunjukkan komponen yang diperlukan. Oleh karenanya kondisi ini makin mempertegas dilema akumulasi terutama muncul dari posisi para peserta yang kurang sesuai dalam melaksanakan komponen budaya lingkungan.

Hingga saat ini, model pemberian penghargaan tetap tidak memberi jalan keluar atas akumulasi peserta yang ikut ambil bagian untuk keberhasilan program. Adiwiyata. Penambahan instrumen penghargaan ataupun alokasi dana sejumlah tertentu tidak berkaitan dengan cara dan metode untuk mengentaskan antrian peserta yang setiap tahunnya berulang-ulang hanya menjadi calon sekolah Adiwiyata, meskipun bisa dikatakan bila masalah ini dapat teratasi oleh kemampuan peserta itu sendiri dan juga perhatian dari tim penilai Adiwiyata. Oleh karenanya program tanggap akumulasi tidak bisa dikesampingkan dari gerakan Adiwiyata ketika identitas calon penerima dan penerima saling berhadapan, sementara gerakan Adiwiyata itu sendiri menghendaki kesadaran dari setiap subjek tanpa perlu keakuan atas kepesertaannya.

Mengatasi akumulasi peserta Adiwiyata adalah perlu mengingat kondisi ini menjadi cikal bakal kekecewaan di dalam diri peserta Adiwiyata. Dua periode akumulasi sekalipun, sebagaimana yang dialami SMAN 5 Tambun Selatan dalam meraih anugerah raksa prasada, bisa menjadi indikasi kekecewaan. Pembinaan mengenai penghargaan Adiwiyata melalui sosialisasi tidak memadai untuk menjamin kemeriahan yang ditampilkan para peserta Adiwiyata, oleh karenanya disamping adanya Permenlhk Nomor P.53 Tahun 2019 sebagai tata cara Pemberian penghargaan Adiwiyata diadakan juga Permenihk Nomor P.52 Tahun 2019 yang mengatur langkah dari gerakan Peduli Berbudaya Lingkungan Hidup di Sekolah (PBLHS).

Gerakan PBLHS menjadi sarana dalam rangka menunjukkan adanya program keberlanjutan yang diharapkan tak pernah putus, dan ini diharapkan semakin menumbuhkan kesadaran secara internal dari para pesertanya. Akan tetapi tindakan lain yang bisa dilakukan Pemerintah Kabupaten dapat diterapkan untuk secara lebih baik mengatasi masalah akumulasi tersebut, bukan hanya melaksanakan kewajiban administratif semata tetapi mengupayakan melalui sebuah program yang mekanistik dan terarah, untuk mengentaskan kejenuhan dan kekecewaan yang secara alamiah muncul di antara para peserta Adiwiyata yang terus menerus berpredikat calon sekolah Adiwiyata.

Pembatalan Penerima Penghargaan;

Kesadaran hukum lingkungan dari beragam segi atau aspek di dalam program Adiwiyata yang dilaksanakan oleh para pesertanya tidak secara eksplisit dinyatakan walau seluruh langkah-langkahnya sejalan dengan peraturan yang disusun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Dengan melihat kesempatan yang terbuka itu, Pemerintah Kabupaten dapat meneguhkan bukan sekedar kesadaran hukum secara umum tetapi juga kesadaran hukum lingkungan yang wujud nyatanya bisa berupa sebuah kebijakan perihal tingkat kepuasan dari para peserta penerima penghargaan Adiwiyata. Diraihnya anugerah raksa prasada tahun 2022 oleh kelima sekolah di wilayahnya merupakan bahan pertimbangan atas kesadaran hukum lingkungan yang hendak diteguhkan.

Kesadaran hukum secara umum atau hukum lingkungan dalam partikularitasnya melibatkan para pihak yang ada dan berpartisipasi di dalamnya yang dalam hal ini adalah Adiwiyata, terutamanya berkenaan dengan masalah. penghargaan di dalamnya. Bentuk-bentuk penghargaan dalam Adiwiyata diterima peserta melalui seleksi penilaian, dilakukan oleh tim penilai yang bekerja berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku pada masanya. Menteri-menteri menentukan Adiwiyata mandiri, Menteri menentukan Adiwiyata Nasional, Gubernur menentukan Adiwiyata Provinsi, dan Bupati menentukan Adiwiyata Kabupaten. Rangkaian penghargaan yang demikian mengumpulkan bukti-bukti dan fakta-fakta perihal sekolah berbudaya lingkungan dengan capaian yang maksimal, terutama juga ketika sudah memasuki Dewan Pertimbangan Adiwiyata.

Seleksi penilaian yang dilakukan oleh tim juri memasukkan komponen administrasi dan komponen teknis sampai diperolehnya ketentuan yang menyatakan peserta-peserta Adiwiyata sebagai calon Adiwiyata berhasil menjadi pemenang lomba sekolah berbudaya lingkungan, sehingga mereka selaku peserta-peserta dinyatakan sebagai sekolah Adiwiyata. Dalam diterimanya penghargaan oleh peserta berupa trofi dan uang pembinaan sebagai bilangan tertentu sewajarnya mewujudkan sebuah kesadaran hukum lingkungan setelah melalui proses panjang tanpa melupakan kesadaran umum mereka. Memang sejak tahun 2022 sampai sekarang ini, ketika anugerah raksa prasada diraih, tidak atau belum pernah diwujudkan kesadaran tersebut.

Penghargaan dalam rentang waktu kapanpun berdasar tata aturan yang berlaku tetap menjadi hak peserta yang telah mencapai ketentuan penilaian secara administrasi maupun teknis, yang divalidasi berdasar nilai kuesioner dan bukti-bukti pelaksanaan yang terdokumentasi. Capaian ketentuan itu juga diverifikasi oleh penilai yang melakukan kunjungan untuk melihat kondisi budaya lingkungan dari peserta yang baru menjadi calon Adiwiyata, sehingga menerima rekomendasi sebagai sekolah Adiwiyata.

Hubungan validasi dan verifikasi mendasari dan melandasi pengambilan keputusan untuk menentukan para penerima penghargaan, dan hubungan tersebut bersifat integral tak terpisah. Akan halnya hubungan validasi dan verifikasi yang tidak integral dalam kenyataannya tidak mempengaruhi peserta untuk mencapai kesadaran hukum secara umum ataupun mencapai kesadaran hukum lingkungan secara partikular.

Atas nama kesadaran hukum lingkungan, penghargaan yang diterima dengan predikat sekolah Adiwiyata sudah semestinya dipertimbangkan kembali sebagai cara mengukur diri yang dilakukan oleh penilai Adiwiyata dan juga penerima penghargaan Adiwiyata. Tidak terkecuali bagi peraih anugerah raksa prasada tahun 2022 dan setelahnya, namun sekarang ini belum ada realisasi dari mekanisme pertimbangan kembali, Tingkat kepuasan merupakan kunci mengukur diri peserta Adiwiyata yang menerima penghargaan Adiwiyata, terutama atas segala upaya yang telah dibuat oleh peserta tersebut ataupun atas perolehan hasil penilaianya.

Akan tetapi tingkat kepuasan bukanlah pondasi yang menjadi landasan bagi penilai Adiwiyata dalam mengukur diri atas keputusan yang dibuatnya, keterbukaan menjadi pijakan yang lebih tepat sasaran. Keputusan yang telah ditetapkan itu sudah seharusnya bisa dikaji oleh banyak pihak yang turut melakukan pengawasan, dalam rangka menjamin integritas dari penilai-penilai yang telah bekerja dan berupaya menghasilkan keputusan itu. Keterbukaan oleh karenanya harus diwujudkan dengan rasa tulus dan ikhlas di dalam diri para penilai yang secara sadar mengetahui bahwa keputusan yang dibuat diawasi oleh pihak-pihak lainnya, sehingga para penilai benar-benar siap mengakui kekeliruan dan menganulir kekeliruan keputusan tersebut.

Penutup;

Masukan Baru Sinkronisasi memperhatikan terjadinya perubahan-perubahan disekitar wilayah lingkungan hidup, yang berkaitan langsung dengan pengolahan dan pengelolaannya. Ini semestinya tercermin pada lima penerima penghargaan adiwiyata provinsi tahun 2022 dan penerima penghargaan adiwiyata tahun setelahnya, bahwa proses yang mereka lalui tidak dilandasi dengan legalitas peraturan yang sahih. Pusat perhatian itu disasar pada Peraturan Bupati yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bekasi berkaitan dengan Sekolah Adiwiyata, nomenklatur Peraturan Bupati itu tercatat sebagai Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2016 tentang Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) di Kabupaten Bekasi.

Di antara kasus-kasus yang memberikan dampak bagi perubahan lingkungan hidup, terdapat lima kasus yang bersinkronisasi dengan perkembangan Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) di Kabupaten Bekasi. Kelima kasus itu menjadi masukan baru sinkronisasi bagi Perbup No 33 Tahun 2016, yang terdiri atas: dokumen SBL, sanksi administrasi, pemerataan gerakan PBLHS, program tanggap akumulasi, dan pembatalan penerima penghargaan.

Kelima masukan baru itu dipertimbangkan kedudukannya melalui peraturan-peraturan Sekolah Berbudaya Lingkungan yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Pemerintah Kabupaten bekasi, sehingga diperoleh kerangka acuan yang sahih untuk menempatkan aksi yang diperankan oleh para pihak di dalamnya. Anugerah raksa prasada kategori adiwiyata tahun ini semestinya menjadi referensi untuk melakukan perubahan terhadap Perbup 33 Kabupaten Bekasi.

Sejatinya Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) dilaksanakan bukan hanya oleh peserta Adiwiyata, tetapi juga instansi pemerintah, penilai Adiwiyata, dan juga masyarakat. Oleh karenanya di dalam lima masukan baru itu, terdapat peranan masing-masing pihak yang mendukung terjadinya perubahan dalam menangani lingkungan hidup sehingga meningkat kapasitasnya. Akibatnya secara langsung sudah semestinya Peraturan Bupati Nomor 33 Tahun 2016 tentang Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL) di Kabupaten Bekasi menerima dan menyerap masukan-masukan baru, yang bersumber dari kelima sinkronisasi sehingga terbitlah Peraturan Bupati dengan nomenklatur baru tentang Sekolah Berbudaya Lingkungan. (*). 



 

TerPopuler